Sabtu, 14 April 2018

Menjadi Konsumen Cerdas dan Berdaya di Era Digital

Sob, pernah tidak kamu mengalami kejadian kayak gini. Kamu liat-liat gadget atau barang lain yang ditawarkan di suatu marketplace, toko online, postingan akun jualan di media sosial, intinya sesuatu yang dijual di dunia digital. Karena harga yang ditawarkan jatuhnya jauh lebih murah, kamu jadi tertarik pengen beli. Awalnya cuma iseng. Apalagi liat testimoni-testimoni yang bertebaran, rayuan gombal postingan penjual, diskon, dan fasilitas lain yang diberikan. Mumpung lagi ada duit nih, gitu ceritanya. Kamu liat dompet atau isi ATM-mu yang gendut, terus tanpa pikir panjang kamu DM/kirim pesan si penjual. Kemudian, kamu dapat kontak WA/BBM-nya. Endingnya, kamu transfer sejumlah uang ke rekeningnya. Setelah berminggu-minggu menunggu, barangmu tidak kunjung datang. Awalnya kamu sabar. Kamu minta nomor resi, tapi tidak dikasih dengan berbagai alasan. Komentarmu di media sosialnya tidak direspon. Kamu chat dia tidak dibales (cuma dibaca doang). Eh, tak lama kemudian baik akun media sosial atau instan messenger-mu diblokir. Pernah ngalamin kayak gitu, Sob?

Faktanya adalah kamu sudah tertipu, Sob! Catat itu baik-baik.

Ada yang pernah mengalami ini? Ada. Banyak! Salah satu kenalan saya misalnya. Sebut saja Maria. Maria tertarik membeli smartphone dari sebuah brand kenamaan asal Negeri Ginseng, Korea Selatan yang ditawarkan di instagram. Tergiur harga murah dan spesifikasi berupa RAM 3 GB, ROM 32 GB, baterai awet, kamera kece, dan fitur unggulan lainnya, gadis muda generasi Z ini berani menggelontorkan uang senilai satu 1 rupiah (harga standarnya 2,7 juta). Jumlah yang dibilang tidak sedikit sih menurut saya. Padahal ya Sob, uang sejumlah itu bisa untuk membeli smartphone merek lokal di gerai-gerai gadget terdekat. Spesifikasinya pun udah lumayan. 

Beberapa kesalahan fatal Maria. Pertama Maria tidak ricek lebih jauh interaksi yang terjadi instagram, misal bagaimana komentar-komentar yang bermunculan. Kedua, Maria percaya begitu saja pada testimoni-testimoni yang diberikan. Sekarang mah, testimoni bisa dibuat-buat, kan ada aplikasi fake whatsapp dan hal-hal semacam itu. Ketiga, Maria tidak menelusuri melalui internet tentang cara penipu menjerat korban di dunia maya. Terakhir, ini yang paling fatal. Maria membeli smartphone (bertransaksi) di jalur BLACK MARKET, alias pasar gelap! 

Kalau kamu penasaran ini Sob akun penipu itu. Namanya @bm_store77. Akunnya digembok.
Akun @bm_store77 penipu. Hati-hati guys!
Pasar gelap itu bisa diartikan gini Sob, sebuah jalur penjualan yang melibatkan transaksi ekonomi secara ilegal, alias barang yang masuk Indonesia secara tidak resmi. Tujuannya untuk menghindari pajak, bea cukai, dan sebagainya. Harganya biasanya jauh lebih murah dibanding harga pasar. Murah sih murah, ya tetap ada TAPINYA. Tapi bagaimana kalau itu barang refurbish (tidak memenuhi standar kualitas) alias produk cacat, KW kesekian, replika, atau second (bekas dipakai orang) yang  dikemas ulang dengan cantik? Tinggal ganti kabel data dan kepala charger. Jadi kelihatan baru. Terus masukkan ke dus deh. Tapi bagaimana dengan garansinya? Biasanya kalau beli produk di gerainya langsung atau trusted online shop kita akan mendapat garansi resmi. Tapi bagaimana kalau tetiba Hpnya eror atau kepala chargernya meledak saat proses pengisian daya. Jika hal seperti ini terjadi, maka segala jenis kerusakan tidak akan ter-cover oleh garansi dan service center yang ada tidak mau memberikan layanan perbaikan. Tapi bagaimana kalau akun penjualnya ternyata fiktif. Sudah transaksi di pasar gelap, zonk pula. Uang hilang, kamu tidak dapat apa-apa.

Penasaran dengan akun @bm_store77, saya add akunnya dan saya mendapati fakta-fakta yang menarik untuk diceritakan. Cukup lama saya menjadi silent follower di akun ini. Pertama, saya kerap mendapati @bm_store77 melakukan spamming komentar di akun selebritas atau selebgram terkenal untuk mendapatkan semacam feedback. Kedua, akun @bm_store77 awalnya bernama @jualhp_blackmarkett, jelas bm singkatan dari black market. Ketiga, beberapa foto yang pernah diposting kemudian dihapus. Salah satu foto yang dihapus berupa bukti transfer via ATM yang ternyata editan. Lucunya gini Sob, dalam bukti transfer tersebut diketahui Bank Bank Rakyat Indonesia sebagai bank penerbit, tapi kok di bawahnya nama bank asal tertulis BNI, seharusnya ya BRI. Ini jelas penipuan! Keempat, baik foto maupun video ternyata kualitas gambarnya berbeda-beda. Ada yang diambil dari kamera beresolusi rendah, sedang, dan tinggi. Modal comot di google doang mah ini. Salah satu video yang diposting ternyata video buatan PS Store, artinya @bm_store77 memposting video orang lain dan bukan video miliknya. Kelima, banyak komentar negatif yang kemudian dihapus atau diblokir oleh @bm_store77. Di luaran sana banyak penjual dengan akun fiktif seperti ini, Sob!

Apa yang dialami Maria menjadi studi kasus yang menarik. Kejadian seperti ini tidak akan muncul jika Maria berhati-hati dalam berbelanja. Kepada saya Maria bercerita bahwasanya dia terlalu terburu-buru mengambil keputusan. Tergiur harga murah black market, percaya testimoni palsu, dan rayuan maut sang penjual, namun barang tak kunjung datang. Maria sedikit menyesal. Ke depan, Maria akan lebih waspada dan menjadikan pengalaman ini sebagai pelajaran paling berharga dalam hidupnya.

Dari kisah Maria siapa yang dirugikan di sini? ya jelas konsumenlah! 

Makanya Sob, jadilah konsumen cerdas! Jangan gampang dibohongi. Postingan ini dibuat untuk mengedukasi dan menjadikan pembaca sebagai KONSUMEN CERDAS DI ERA DIGITAL. Karena punya banyak uang dan bisa belanja apa saja, di mana saja (online/offline), enggak cukup Sob! Kamu kudu cerdas dan berdaya ketika berbelanja! So be a smart and powerful buyer!
"konsumen yang cerdas adalah konsumen yang mampu menegakan haknya, melaksanakan kewajibannya, serta mampu melindungi dirinya dari barang atau jasa yang merugikan".
(Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dalam HARKONAS 2017)
Di era digital, tren belanja berubah, Sob. Terjadi peralihan, zona offline beranjak menuju online. Zaman emak saya jika hendak berbelanja kebutuhan harian ya kudu ke warung atau ke pasar. Sekarang? Tinggal klik dan tap via aplikasi, barang belanjaan akan diantarkan kurir. Zaman bapak saya kalau mau bayar tol ya harus pake uang tunai. Sekarang? Cukup gesek pakai e-toll. Zaman kakek saya kalau mau transfer uang ya kudu melalui bank atau kantor pos. Sekarang? kamu punya virtual account/e-wallet/e-money atau produk financial technology apapun yang ada saldonya, maka kamu bisa bertransaksi/transfer uang ke rekening tujuan.

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Trendsource 2017 Retail Industri Report, generasi milenial (Gen Y) memanfaatkan media online untuk berbelanja, khususnya produk fesyen, barang elektronik, dan kebutuhan rumah tangga. Sedangkan riset yang dilakukan Jakpat Mobile Survey terhadap 1000 responden di 34 provinsi di Indonesia mendapati kelompok berusia 18-35 tahun (milenial) menjadi kalangan terbanyak dalam hal transaksi nontunai. Dengan kata lain, kaum milenial memberikan pengaruh dan kontribusi dalam hal demografi vital perkembangan bisnis digital.

Terlepas dari semua itu, yang menjadi ganjalan bagi saya adalah maraknya penipuan konsumen di era digital. Generasi milenial seperti saya yang berada di antara generasi X dan Z memang lebih adaptif terhadap perkembangan teknologi (tech savvy). Bahkan sebagian besar pendiri startup maupun pengembang dan pengguna produk-produk digital merupakan generasi milenial. Namun demikian, karena pangsa pasarnya besar, generasi saya ini menjadi sasaran empuk para penipu online. Tidak hanya generasi milenial, generasi X yang sudah "berumur" pun bisa menjadi golongan yang sangat rentan terhadap kasus-kasus kejahatan siber. Apalagi generasi Z yang lahir di era 2000-an dan masih tergolong labil dalam mengambil keputusan pembelian. Generasi Z cenderung meminta pendapat orang lain (misal ortu atau sahabat) ketika berbelanja. Secara psikologis generasi Z sangat mudah terlena dengan harga yang tidak wajar (murahnya gila-gilaan). So, menjadi konsumen cerdas dan berdaya adalah suatu keniscayaan.

Konsumen cerdas dan berdaya itu seperti apa sih Sob? Konsumen cerdas itu merupakan konsumen yang sadar dan mampu menegakkan hak-hak dan kewajibannya ketika melakukan pembelian barang/jasa. Tidak lemah. Teliti dan cermat. Tidak konsumtif, membeli sesuai kebutuhan bukan keinginan.

Saat ini kesadaran konsumen Indonesia dalam memperjuangkan hak-haknya masih terbilang rendah Sob. Hal tersebut bisa dilihat dari data Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK) yang berada di angka 30,86 dari skor maksimal 100. Angka ini ternyata jauh lebih rendah dari IKK negara-negara Eropa yang mencapai angka 51,31. Faktanya, banyak sekali kasus-kasus yang merugikan konsumen seperti penipuan online, investasi bodong, malpraktik bidang kesehatan, makanan kadaluwarsa, obat/vaksin palsu, kosmetika dengan bahan-bahan berbahaya bagi kulit, dan masih banyak lagi. Namun, konsumen Indonesia cenderung memilih diam dan tidak melapor ketika merasa dirugikan. Konsumen Indonesia juga rata-rata tidak mengetahui adanya undang-undang dan lembaga perlindungan konsumen. Inilah hal yang menjadikan skor IKK Indonesia tergolong rendah.
Lanjut..

Tahukan kamu sob bahwa konsumsi masyarakat Indonesia memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) rata-rata sebesar 55,84% dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Konsumsi rumah tangga pada triwulan III 2017 menempati porsi terbesar yakni 55,68%. Itu artinya konsumen Indonesia menjadi bagian dari agen perubahan dan berkontribusi terhadap perekonomian nasional (pertumbuhan ekonomi). Perekonomian akan lesu jika daya beli masyarakat menurun. Betapa berartinya daya beli konsumen bagi keberlangsungan entitas bisnis dan ekonomi nasional. Maka dari itu pemerintah berinisiatif menetapkan tanggal 20 April sebagai peringatan Hari Konsumen Nasional (Harkonas). Penetapan tanggal 20 April Harkonas didasarkan pada tanggal penerbitan Undang-Undang No. 8  tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Konsumen Indonesia kudu berdaya! Berdaya berarti berani bersuara dan tidak tinggal diam apabila terjadi pelanggaran terhadap hak-haknya. Apa yang terjadi jika konsumen Indonesia berdaya? Tentu outputnya nanti akan berdampak pada daya saing produk lokal.  Entah positif atau negatif suara dari konsumen perlu didengarkan. Sob, komplain dari pelanggan adalah feedback dan jika diolah dengan baik maka akan menciptakan perbaikan kualitas pada produk maupun layanan. Perusahaan yang peduli akan konsumen pasti mencantumkan kontak layanan suara konsumen dalam setiap kemasan.
Contoh produk yang memberikan suara layanan konsumen. Dokumentasi pribadi
Begini Sob cara menjadi konsumen cerdas dan berdaya di era digital ala Arinta Setia.
Saya pribadi lebih merekomendasikan membeli barang di marketplace (misal Bukalapak, Tokopedia, JD.id, Shoppee) ketimbang di toko online, apalagi via akun media sosial. Di marketplace terkadang ada diskon dan bebas ongkir. Pembelian barang via marketplace cenderung lebih aman. Sebab jika pembeli sudah mentransfer sejumlah uang, tapi penjual tidak kunjung mengirim barang dan pembeli komplain, pihak marketplace akan menahan uang tersebut sampai pihak menjual mengirimkan barangnya. Makanya saya lebih suka berbelanja via marketplace. Pengalaman saya bertransaksi di marketplace selama ini tidaklah mengecewakan.

Membeli di marketplace bukannya tanpa risiko, tapi kita sebagai konsumen cerdas kudu cermat dalam memilih penjual. Cara sederhana mengetahu penjual kredibel atau tidak, bisa dilihat dari rating dan bagaimana tanggapan dari para pembeli. Jika banyak komentar negatif lebih baik jangan beli di situ. Salah satu marketplace bahkan menetapkan reputasi penjual dalam level-level tertentu (good seller, recommended seller, trusted seller, top seller) berdasarkan feedback positif dan aktivitas transaksi penjualan. Semakin tinggi levelnya, semakin bagus reputasinya di mata pembeli. Satu hal lagi, supaya uang kita aman jangan sekali-kali melakukan transaksi di luar marketplace. Mengenai rekening pelapak bermasalah/terindikasi penipuan atau tidak, cek kebenarannya di cekrekening.id atau kredibel.co.id.

Saya pribadi belum pernah membeli barang melalui akun media sosial yang dikelola secara personal, Apalagi kalau akunnya agak mencurigakan. Jika demikian, laporkan akun tersebut sebagai spam, penipuan atau pelanggaran. Saya lebih percaya pada akun media sosial yang dikelola perusahaan secara profesional. Postingannya lebih tertata rapi dan artsy. Perusahaan yang profesional pasti memiliki website dan tim media sosial yang siap menjawab pertanyaan di kolom komentar.

Namun demikian, tidak semua akun pelapak personal abal-abal. Ada kok yang dikelola secara profesional. Yang perlu diwaspadai adalah akun-akun jualan yang kolom komentarnya dinonaktifkan. Model seperti banyak saya temui, terutama pada akun pelapak smartphone. Kenapa harus dikunci kolom komentarnya? Takut komentar negatif? Hati-hati, penjual dengan pola seperti ini biasanya cuma penipu! Modal comot gambar google, ngakunya punya stok banyak di gudang. Screen capture testimoni dalam whatsapp dan foto bukti transfer bank tidak bisa dijadikan patokan untuk dipercaya. Saya kurang suka penjual yang banyak memajang hal-hal seperti itu. Penjual yang profesional tahu bagaimana membuat konten bagus untuk media sosialnya. Misal dengan infografis, storytelling yang menarik, atau foto produk tertata apik (berseni) karena diambil dari kamera beresolusi tinggi.

Toko online yang dikelola secara profesional biasanya memiliki alamat dan toko fisik yang bisa ditelusuri. Pembeli bisa melakukan COD (Cash On Delivery) dengan penjual jika memungkinkan. Sedangkan yang fiktif kecenderungannya memiliki seribu alasan ketika diminta melakukan transaksi COD/bayar di tempat.
Kisah Maria di atas bisa kita jadikan pelajaran. Membeli di jalur black market sama saja bunuh diri. Selain rentan penipuan. Produk black market dipertanyakan kualitasnya. Sebab, banyak produk yang tidak lolos uji coba kemudian di pasarkan di jalur black market. Smartphone misalnya.

Kenapa saya ambil contoh smartphone? Sebab di era digital seperti sekarang ini, smartphone sudah menjadi kebutuhan. Orang rela menabung untuk membeli smartphone impian atau menunggu event flash sale di marketplace guna mendapatkan smartphone dengan harga yang murah. Kalau sudah gelap mata dan tergiur harga super murah, orang akan membeli smartphone di jalur black market. Tahukan kamu Sob, membeli produk apapun di jalur black market bisa merugikan negara hingga puluhan miliar rupiah? Dengan kata lain, perdagangan ilegal mengancam stabilitas keuangan nasional.
Nah, tahun ini Kementerian Perindustrian menggandeng Kementerian Perdagangan dan Kominfo mengadakan kerjasama mengembangkan sistem IMEI (Internasional Mobile Equipment Identity) dengan tujuan memerangi peredaran smartphone di jalur black market. Nanti sistem validasi IMEI akan melacak apakah sebuah smartphone resmi terdaftar atau ilegal.

Karena penasaran saya ingin tahu apakah smartphone yang saya dapatkan di sebuah marketplace, terdaftar atau ilegal. Saya kemudian memasukkan nomor sertifikat 48110/SDPPI/2016 ke sertifikasi.postel.go.id. Ternyata smartphone saya merupakan produk resmi alias legal di pasaran karena namanya tercatat di sana.

Konsumen cerdas di era digital mau pakai produk ilegal? Saya sih ogah!
Smartphone milik saya legal dan tersertifikasi. Dokumentasi Pribadi

Konsumen cerdas kudu bijaksana dan tidak konsumtif ketika membeli produk, baik dalam bentuk barang ataupun jasa. Konsumtif di sini artinya membeli produk tidak dengan pertimbangan rasional, melainkan didasarkan pada aspek psikologis (emosi) dan juga gengsi. Salah satu ciri perilaku konsumtif yakni adanya dorongan atau keinginan untuk hidup mewah, berlebihan, dan menuruti hawa nafsu.

Demi pengakuan dan gengsi terkadang seseorang berpenampilan dan bersikap bak orang kaya. Beli mobil, perhiasan, home theatre, atau apapun, tapi semuanya kredit. Padahal setiap bulan orang tersebut kelimpungan membayar cicilan. Pendidikan anak-anaknya yang seharusnya menjadi prioritas justru terabaikan. Ada jenis orang seperti ini? Ada! Saya pernah menjumpai orang dengan tipikal seperti ini.

Perempuan cenderung lengah terhadap tawaran diskon dan barang/jasa penunjang gaya hidup. Jika tidak diwaspai kecenderungan seperti ini bisa memberikan efek negatif. Lihat diskon dikit, gesek (kartu kredit). Lihat boneka lucu, comot. Tahu ada info flash sale smartphone di Shoppee atau Lazada, kalap. Lihat tas branded keluaran terbaru, ngiler. Dapat info spa dan facial dari internet, pengin coba. Kalau hidup dipenuhi keinginan-keinginan sedang pendapatan tidak dapat menunjang gaya hidup, lama-lama kamu bisa stres, Sob.

Smart people, semoga kamu tidak demikian ya?
Sob, saya pernah mengalami kejadian buruk gara-gara tidak cermat dalam membeli. Saya membeli makanan ringan yang sudah kedaluwarsa. Lalu apa yang terjadi Sob? Keesokan harinya saya terkena mencret. Wuihhh rasanya pokoknya tidak karuan. Meski sudah minum obat diare, kondisi saya tak kunjung membaik. Tak terhitung sehari berapa kali saya masuk toilet. Selama 3 hari, saya cuma bisa berbaring sembari di ranjang menahan rasa perih. Untung tidak masuk rumah sakit, Sob.

Sejak saat itu Sob, saya sadar sehat itu mahal. Saya tak mau kejadian "diare" terulang kembali. Setiap belanja ke minimarket saya pastikan cek tanggal kedaluwarsanya. Selain itu, saya cek label halal, ada logo BPOM atau tidak, dan komposisi bahan sebelum barang-barang yang akan saya pakai masuk ke keranjang belanja.
Contoh produk yang dilengkapi komposisi bahan, expired date, label SNI,
label BPOM RI MD (produk lokal), dan logo halal. Dokumentasi Pribadi
Siapa sih yang diuntungkan dari penerapan SNI (Standar Nasional Indonesia)? Pada dasarnya SNI bermanfaat untuk semua pihak, baik pemerintah, pengusaha, ataupun konsumen. Akan tetapi tujuan utama diberlakukannya standar SNI yakni untuk perlindungan konsumen. Melindungi konsumen dari apa? Dari produk-produk yang berbahaya. Coba bayangkan Sob, kalau Indonesia tidak memiliki lembaga yang mengkaji dan membuat standar terhadap suatu produk. Barang-barang yang sejatinya tidak aman dan berkualitas rendah akan melenggang bebas di pasar.

Selain perlindungan konsumen, penerapan SNI sendiri berkenaan dengan upaya penguatan daya saing produk lokal terhadap derasnya arus impor (kebijakan non-tariff barrier). Melalui SNI, mau tidak mau segala produk yang masuk ke Indonesia harus melalui serangkaian prosedur untuk memastikan apakah produk tersebut mencapai standar kriteria yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN) terkait faktor kesehatan, keamanan, dan keselamatan konsumen serta lingkungan.. Standardisasi SNI bersifat sukarela, tetapi untuk beberapa produk besifat wajib. Saat ini ada 105 produk yang wajib ber-SNI, beberapa di antaranya yakni air mineral dalam kemasan, helm, biskuit, ban, tepung, setrika listik, dan kompor gas. Selain label SNI, pemerintah mewajibkan produk tertentu (misal kompor gas, printer, televisi) yang diperjualbelikan memiliki garansi resmi dan petunjuk penggunaan berbahasa Indonesia.
Ketika membeli kompor gas. Saya pastikan sudah ber-SNI, dilengkapi garansi resmi, dan buku 
petunjuk teknisnya berbahasa Indonesia. Dokumentasi pribadi

Data terus bergerak. Jagat online tak pernah tidur, selalu mengalami perkembangan. Ekonomi digital menggeliat, menunjukkan taringnya. Indonesia merupakan salah satu negara pengunduh aplikasi terbanyak. Rata-rata aplikasi yang sering digunakan berupa aplikasi media sosial, game, aplikasi jual beli (belanja), teknologi finansial, dan aplikasi hiburan. Menjelang Hari Belanja Online Nasional, hari raya, dan juga flash sale, terjadi lonjakan jumlah orang yang melakukan transaksi jual-beli dibandingkan hari-hari biasa. Menurut riset KataData, nilai transaksi e-commerce meroket 500% dalam kurun 5 tahun terakhir. Data transaksi  tahun 2016 sudah menyentuh angka Rp.67,8 triliun. Diprediksikan pada 2018 nilainya malah merangkak menembus Rp. 144 triliun. Blomberg memperkirakan pada tahun 2020 setengah dari total penduduk Indonesia terlibat dalam dunia perdagangan digital. Dengan jumlah pengguna internet yang terus bertambah setiap tahunnya, google meramalkan Indonesia akan menjadi kekuatan ekonomi digital nomor satu di Asia Tenggara.

Dunia mencatat bagaimana Indonesia melahirkan startup-startup top. Bahkan beberapa di antaranya berhasil meraih status Unicorn Startup karena memiliki valuasi lebih dari USD 1 miliar. Sebagian startup fokus pada bidang e-commerce, sebagian yang lain pada teknologi finansial. Adanya marketplace mempermudah pelaku usaha memasarkan produk-produknya, sedangkan teknologi finansial menghadirkan efisiensi dan kemudahan di bidang pembayaran. Inovasi-inovasi inilah yang menjadikan pengusaha lokal berani unjuk gigi dalam menciptakan produk-produk kreatif yang kemudian dijajakan di ranah online.

Ekonomi digital mendisrupsi pasar (perilaku konsumen) dan menciptakan peluang. Sejalan dengan Visi Ekonomi 2020 (Digital Energi of Asia), pemerintah menargetkan 1000 startup dan 8 juta UMKM sudah go digital. Tahun lalu, Kementerian Kominfo melakukan roadshow dan sosialisasi terkait program UMKM go digital di beberapa kota, menggandeng marketplace untuk bekerjasama dengan pelaku usaha lokal agar lebih berdaya. Tahun ini, Kementerian Perdagangan menargetkan terjadi revitalisasi dan peningkatan manajemen pengelolaan pasar rakyat dengan memanfaatkan teknologi digital. Inilah bentuk sinergi antara pemerintah, startup/perusahaan di bidang teknologi, pelaku usaha, dan konsumen.
Buibu yuk berburu produk lokal yang 100% Cinta Indonesia. Dokumentasi pribadi
Nah, konsumen cerdas pasti paham bagaimana memberdayakan produk lokal. Yap benar sekali. Caranya adalah dengan mencintai dan membeli produk-produk tersebut. Ingat, bahwasanya daya beli berpengaruh pada keberlangsungan usaha dan pertumbuhan ekonomi. Dengan kata lain, konsumen cerdas membantu menekan angka ketergantungan impor. Kalau bukan kita yang peduli, lantas siapa lagi? Mari melesat bersama, cerdas dan berdaya di era digital.

Smart people, dari semua uraian di atas, langkah mana yang sudah kamu terapkan?

Tulisan ini diikutsertakan dalam kompetisi menulis blog dalam rangka Hari Konsumen Nasional (Harkonas) yang diselenggarakan Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tata Tertib Niaga Kementerian Perdagangan 2018. Informasi lebih lanjut bisa diakses di www.harkonas.id

2 komentar:

  1. Sekarang mah testimoni-testimoni bisa dibuat mbak, jadi tetep gak meyakinkan kecuali memang ada yang benar-benar merekomendasikan bahwa penjual tertentu bisa dipercaya, entah dalam transaksi online maupun offline :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tentu saja. Pengalaman mengajari segalanya. Biar gak mudah ketipu ya harus jadi konsumen cerdas

      Hapus