Minggu, 29 Mei 2016

Cakap Bermedia Sosial Itu Perlu!

 "You are what you share. Kamu adalah apa yang kamu bagikan. (Charles Leadbeater, penulis)

Cakap bermedia sosial? Wah apa lagi itu? Seberapa penting edukasi mengenai cakap (cerdas) di media sosial kepada netizen atau digital native? Pertanyaan demi pertanyaan bergelayut dan membenak di otak. Beruntung sekali, saya mendapat kesempatan menghadiri diskusi publik yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bertajuk CAKAP BERMEDIA SOSIAL (Cerdas, Kreatif, dan Produktif) tanggal 27 Mei lalu. Diskusi publik tersebut menghadirkan 4 narasumber keren yang merupakan pakar di bidangnya. Siapa saja mereka? Narasumber pertama adalah Pak Ismail Cawidu, beliau merupakan kepala biro humas Kominfo. Narasumber kedua yakni Prof. Dr. Henry Subiakto. Prof. Henri merupakan Guru Besar ilmu komunikasi Universitas Airlangga sekaligus staff ahli kominfo. Narasumber ketiga yakni seorang blogger, penulis, konsultan media, sekaligus dosen. Wah siapa beliau? Beliau bernama Dr Rulli Nashrullah, M.Si aka @KangArul. Narasumber terakhir merupakan founder @JogjaUpdate. Beliau juga blogger. Kalau kamu penasaran bisalah kepoin akun twitter beliau di @SenggOL. Diskusi publik ini mengundang segenap netizen (media, blogger, pegiat social media) juga pelajar, mahasiswa, dan guru. 

Let me break down the case one by one. Stay tune

Berdasarkan Global Web Index Survey 2015, Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk yang tergila-gila akan media sosial. Aktivitas warga Indonesia di jejaring sosial mencapai 79,72 persen, tertinggi di kawasan Asia. Prediksi 10 negara dengan pengguna internet terbanyak (2013-2018), Indonesia menempati posisi ke-6 di dunia setelah China, Amerika Serikat, India, Brazil, dan Jepang (sumber eMarketer, November 2014). Hampir semua orang punya akun media sosial. Bahkan ada yang memiliki akun lebih dari satu. Entah akun personal, akun klonengan, atau akun jualan. Saya juga yakin, kamu yang baca tulisan ini tidak hanya memiliki akun facebook, tetapi juga twitter, path, instagram, Google+, WhatsApp, Line, dan sebagainya.

Lalu apakah penggunaan teknologi internet khususnya media sosial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap netizen? Ya, tentu saja. Media sosial memiliki dampak negatif dan positif bagi penggunanya. Tentu kita tak ingin larut dalam dampak negatifnya bukan? Kita tentunya ingin menjadikan media sosial memiliki peran positif dalam menunjang aktivitas keseharian. Maka dari situlah peranan kecakapan bermedia sosial mutlak diperlukan. Cakap yang dimaksud berarti cerdas, kritis, dan bijak dalam memanfaatkan media sosial. Memiliki filter yang kuat dan menyaring informasi yang berkualitas. Tidak menggunakan media sosial untuk hal-hal yang mengarah pada sesuatu yang merugikan orang lain seperti hate speech, black campaign, berbagi berita hoax, pornografi, Cyber bullying, radikalisme online, penipuan, perang media sosial (misal tweet war) maupun propaganda berbau SARA. Banyak berita buruk yang dibagi melalui media sosial dan menjadi sarana perpecahan atau konflik di masyarakat.
Definisi Cyber Crime. Dijelaskan oleh Pak Ismail Cawidu. Dokumentasi Pribadi @ArintaSetia
Dengan penduduk yang mencapai 250 juta jiwa, Indonesia menjadi sasaran empuk cyber crime atau kejahatan dunia maya. Dalam hal ini, Pak Ismail Cawidu menjelaskan bahwasanya cyber crime dapat diartikan sebagai semua tindak pidana yang menggunakan sarana atau bantuan sistem elektronik. Menurut sumber lain, cyber crime dapat dikatakan sebagai tindak kriminal dengan menggunakan teknologi komputer (internet) sebagai alat kejahatan utamanya. Modusnya banyak rupa, misal nih pencurian data akun media sosial jika mengklik suatu link yang mengarah pada konten pornografi. Ruang lingkup hukum cyber crime meliputi : hak cipta, hak merk, pencemaran nama baik, penistaan terhadap suatu objek (hate speech), aktivitas hacking, phising, spamming (illegal access), pornografi, perlindungan konsumen, terorisme, perdagangan ilegal dan lain-lain.
Kebijakan UU terkait Cyber Crime. Dokumentasi Pribadi : @ArintaSetia
kehati-hatian dan sikap kritis mutlak diperlukan sebagai tindakan preventif agar kita tidak menjadi korban aksi cyber crime. Jangan sembarangan mengklik tautan, mengunduh aplikasi atau perangkat lunak di internet. Siapa tahu tautan atau aplikasi tersebut sudah disisipi virus tertentu yang mengarah pada pencurian data pribadi. Sebab bisa jadi dari data pribadi kita dimanfaatkan oleh penjahat cyber untuk menguras isi rekening kita sendiri maupun teman yang terhubung dengan kita. Minimal bekali diri dengan knowledge dan informasi yang memadai agar kita selamat dari jerat kejahatan dunia maya.

Terakhir sebelum Pak Ismail mengakhiri sesi diskusi mengenai Kebijakan Penanggulangan Kejahatan di Dunia Cyber, beliau memberikan informasi mengenai kontak pengaduan terkait konten negatif dan kejahatan cyber. Silakan layangkan surel (surat elektronik) ke aduankonten@mail.kominfo.go.id untuk konten negatif dan cybercrimes@mail.kominfo.go.id untuk kasus cyber crime.
Database pengguna internet (digital user) di Indonesia. Dokumentasi pribadi : @ArintaSetia.
Baiklah sesi awal adalah sesi pemanasan. Dibuka dengan materi kejahatan cyber. Sesi berikutnya tak kalah menarik. Namun kebih mengupas mengenai fenomena media sosial, dampaknya, FOMO Syndrome, serta manfaat positif dari penggunaan media sosial tersebut.

Saya ingat sekali ketika SMA (2010 dan 2011) televisi menjadi tonton wajib di kala senggang. Ada beragam tayangan mulai dari infotainment, berita, film, animasi, sinetron, dan sebagainya. Saya lebih tertarik ke acara edukasi seperti Laptop Si Unyil dan acara kulinernya Farah Queen. Saya cenderung pemilih ketika menyaksikan suatu tayangan. Tayangan televisi terkadang menyajikan informasi yang tidak memadai menurut saya. Bahkan terkadang berlebihan hanya sekadar menaikkan rating. Makanya saya menghindari menonton sinetron, reality show, berita (apalagi berita kriminal) dan gosip. Bagi saya tayangan semacam itu mampu meracuni pikiran.

My life is changing so fast. Setelah kuliah di Kota Gudeg (2012), saya tinggal di kost. Kost yang saya tempati tidak memiliki televisi. Bersyukurlah saya karena tidak ada televisi. Agar tidak ketinggalan informasi nyaris setiap hari saya bersinggungan dengan internet dan media sosial. Justru saya mulai aktif bermedia sosial ketika kuliah. Internet dan media sosial menghubungkan saya kepada sumber daya (informasi) dan jaringan nyaris tanpa batas. Kita bisa mendapatkan sejumlah informasi dengan mengetik kata kunci tertentu di internet. Kita bisa belajar dan bergabung di komunitas atau grup sesuai dengan minat dan hobi yang kita miliki. Awal saya bergabung di Komunitas TDA Kampus Jogja dan Komunitas Blogger Jogja karena peranan media sosial, facebook! Thanks Zuckerberg, you make my day more meaningful.

Saya sadar, pas awal-awal kuliah (2012-2014) saya ini tergolong orang yang latah update status. Apa-apa diupdate. Sedang makan, update status. Sedang sakit, update status. Padahal cuma demam biasa. Dapat tugas dari dosen, update status. Lagi hang out, update status. Jatuh cinta, update status. Nyindir atau marahan sama teman, update status. Nyinyir banget kan saya? Saya cuma ingin ngeksis. Biar dianggap kekinian. LOL.
Gejala FoMO, penjelasan by @KangArul. Dokumentasi Pribadi : @ArintaSetia
Meminjam istilah @KangArul kemaren, ternyata saya ini terkena FoMO Syndrom. Apa itu FoMO?  FoMo merupakan singkatan dari Fear of Missing Out, takut ketinggalan berita terbaru di media sosial. Sindrom FoMO lebih banyak menyerang para pengguna media sosial. Setiap orang memiliki kecenderungan FoMO yang berbeda-beda. Mulai dari kategori ringan hingga akut gila. Salah satu gejala dari fenomena FoMO ini di antaranya tidak bisa lepas dari media sosial. Setiap beberapa menit, selalu check media sosial, entah update status, stalking, atau sekedar say hallo (like, comment and share) dengan teman dunia mayanya. Memburu akses internet. Sibuk dan lebih suka berpacaran dengan gawainya dibandingkan berinteraksi dengan sesamanya di dunia nyata (kalau urusan satu ini saya tidak terlalu). Selalu berbagi apapun yang dilakukan, mencari perhatian, dan merasa ingin dikagumi (dengan pencapaian-pencapaian yang dimiliki).

Terlepas dari fenomena FoMO tersebut, saya menyarankan agar kita menjadi semakin bijak di media sosial. Berhati-hati ketika membagikan sesuatu di dunia maya. Kita tidak tahu siapa saja yang membaca sesuatu yang kita bagikan. Sangat mengerikan jika kita membagikan konten berbau kekerasan (radikalisme), pelecehan, atau pornografi di mana pembacanya adalah anak kecil atau remaja labil. Mereka rentan sekali meniru. Belum lagi di dunia maya mudah sekali ditemukan berita hoax. Faktanya masih ada pengguna media sosial yang meyakini berita hoax sebagai sebuah kebenaran. Apalagi jika ditambahi dalil-dalil agama dan sedikit sentuhan sains. Kita kudu waspada terhadap klaim-klaim semacam itu. Ingat tabayun (periksa dan kaji ulang sebuah informasi). So, cakap bermedia sosial itu penting kan?

Prof. Henry Subiakto pun berbagi bagaimana tips aman berselancar di dunia maya. Pertama, jika memiliki akun media sosial jangan memasang informasi lengkap mengenai profil kita. Yang kedua, tidak sembarangan mengunggah foto dan video pribadi. Yang ketiga, berhati-hati mengungkapkan perasaan melalui internet. Berikutnya, seperti yang sudah saya paparkan di atas, selalu mengecek kebenaran suatu informasi . Terakhir, putuskan komunikasi dengan orang asing yang memiliki itikad tidak baik.

Jadikan media sosial sebagai tempat berbagi hal-hal inspiratif, bermanfaat dan berdampak positif. Sediakan pula ruang untuk berkarya. Kamu pasti tahu kan si cantik Isyana Sarasvati sebelum menjadi seleb seperti sekarang ini dulunya dia adalah seorang youtuber dan sering mengunggah video covernya via kanal tersebut. Raditya Dika, selebblog dan penulis yang sukses berkat konsisten posting di blog pribadinya. Maicih merupakan produk keripik singkong pedas yang populer berkat gencarnya promosi via twitter. Saya tambahi satu lagi, Pak Dhe @SenggOL, memanfaatkan media twitter untuk berbagi informasi, event, atau agenda via @JogjaUpdate. Kamu? Iya kamu. Apa yang kamu lakukan dengan media sosialmu?
Quote yang menarik. Diambil dari buku Cakap Bermedia Sosial. Dokumentasi Pribadi : @ArintaSetia
Sayang sekali diskusi publik ini hanya berlangsung beberapa jam saja. Saya sendiri merasa masih belum cukup. Saya berharap ada semacam follow-up untuk agenda berikutnya. Namun tak mengapa, sebab kekecewaan saya sedikit terobati dengan hadirnya buku CAKAP BERMEDIA SOSIAL (Cerdas, Kreatif, Produktif). That's enough.

Saya suka covernya. Saya suka konten di dalamnya. Tidak hanya berisi kutipan-kutipan (full color) dan kata-kata yang menarik, tetapi juga gambar-gambar yang menggelittik. Buku tersebut dibagikan secara gratis dan tidak untuk diperjualbelikan. Buku tersebut sangat cocok dibaca remaja (usia 12) tahun hingga anak kuliah (usia 20 tahun). Emak-emak dan bapak-bapak pun bolehlah membacanya. Revolusi mental berawal dari hal-hal kecil sederhana di lingkungan terdekat, keluarga. Memilah bacaan berkualitas adalah salah satunya.
Gambar 1. Jeroan Buku #CakapBermediaSosial. Dokumentasi pribadi : @ArintaSetia
Gambar 2. Jeroan Buku #CakapBermediaSosial. Dokumentasi pribadi : @ArintaSetia
Gambar 3. Jeroan Buku #CakapBermediaSosial. Dokumentasi pribadi : @ArintaSetia


8 komentar:

  1. Wah keren keren. Mari kita sama-sama cakap ber-media sosial. Btw selamat ya..:D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih Kok sudah mampur. Yuk mari sama2 cakap bermedia sosial :D

      Hapus
  2. wah materinya lengkap banget hihi
    sejak ada postingan fomo, aku jadi agak ngeremrem kalo mau pamer pencapaian
    tapi ada benernya juga sih, setidaknya biar ga jumawa ya hihi
    bukunya banyak grafisnya ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak keren bukunya banyak grafisnya...terima kasih.

      Aku juga masih FOMO sih sebenarnya...tapi untukhal2 tertentu gak semuanya diupadate di sosmed ehehehe :D

      Ada benernya juga...biar gak jumawa...

      Hapus
  3. Saya setuju. Kadang orang sering seenaknya dalam bertutur kata, karena banyak yang menganggap bahwa media sosial "hanya" sebatas hiburan. Padahal mah, mau di dunia nyata atau dunia maya, attitude harus tetap dijaga.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sepakat Agia : Attitude kud dijaga :)
      Sebab mulutmu harimaumu...ini juga peringatan buatku sendiri agar lbh berhati-hati ketika bercakap di sosial media :D

      Hapus
  4. Ulasannya bagus banget mba, kalau yang akhir-akhir ini banyak sekali hate speech isinya cuma fitnah dan memojokkan seseorang, semoga kita bisa lebih bijak lagi dalam bersosmed :)

    BalasHapus
  5. Justru di dunia maya harus lebih hati-hati ya, Mbak. Soalnya ada jejaknya, trus yg baca tak terbatas... bisa sampe ke seluruh jagat raya :D
    Beda kalo kita ngomong langsung di dunia nyata, belum tentu ada yg merekamnya, kan? Hehe...

    BalasHapus