Senin, 30 Maret 2015

Kekuatan Story Telling (Part #2 Bincang Edukasi & Agama)

Hoaaammmmmm...sambil ngulet dan meregangkan badan. Udah kayak kucing aja. Gile nih bocah ! Masih betah melek aja pagi buta begini. Dasar makhluk astral nokturnal ! Liat noh jam dinding udah menunjukan pukul berapa? 3.13 WIB. Yeee gue kan insomnia akut. Oke daripada ngaco enggak jelas mending aku nulis aja deh. Kan aku mau ngelanjutin sekuel kedua dari tulisan ini Kekuatan Story Telling Part #1 Game & Animasi.

Jadi kronologinya aku nulis catatan ini karena terinspirasi dari postingan dari 2 teman Facebook. Untuk episode pertama telah dijelaskan di artikel ini Kekuatan Story Telling Part #1 Game dan Animasi. Kali ini aku akan sedikit ngulas postingan yang diupdate Mbak Sari Musdar. Dia adalah seorang novelis dan juga travel blogger. Nyenggol isu agama sih. Namun aku suka bagaimana Mbak Sari ini memaparkan uneg-uneg-nya. Begitu jujur. Menohok. Tanpa bermaksud menghakimi. Tetapi justru hal semacam itu menjadikan kita berpikir dan merenungkan kembali bagaimana peran agama sangat berpengauh signifikan terhadap kehidupan kita. Agama bukan sekadar label yang melekat pada atribut-atribut tertentu. Agama lebih dari itu. Agama adalah cara mengenal dan berdialog dengan Tuhan. Sebab Tuhan hadir dalam diri kita. Agama adalah tentang kasih. Agama adalah tentang cinta. Well aku kutip langsung aja nih tulisan Mbak Sari, tentu dengan beberapa editan di sana-sini. 
Teman saya dari keluarga muslim cerita waktu kecil guru agamanya (Islam) menceritakan agama sebagai sesuatu yang menyeramkan, apa-apa dikaitkan dengan NERAKA
Waktu saya kecil (Sari Musdar) karena sekolah di sekolah katolik (SD), Pastur Wolf cerita tentang perjalanan Nabi Isa dari proses Maria mengandung, mencari penginapan, membesarkan anaknya dengan gaya penceritaan yang menarik, mimic muka yg ekspresif. He is a great story teller!
Pastur Wolf ini dari Austria, badannya agak gemuk tapi mukanya selalu ceria dan ramah pada anak-anak kecil, sehabis misa biasanya anak-anak langsung mengerubungi pastur.
Jaman SMA guru agama saya orang Indonesia lulusan Sekolah teologi, di sinilah kami yang ABG dibuat pusing belajar filosofi.
Untungnya di rumah, ibu memanggil guru mengaji yang bisa menyampaikan materi agama dengan menarik meskipun kami sering kabur hehehe
dan tiap sore kita mendengarkan ceramah Ustadz Qashim Nurseha yang bagus pemaparannya, agama tidak terkesan menyeramkan.
Coba bayangkan kalau saya belajar Islam dan guru saya hanya menakut-nakuti saya dengan neraka, mungkin saya makin menjauh dari kebutuhan belajar agama.padahal agama itu kebutuhan, isinya panduan, dan JUBAH KASIH ALLAH lebih besar dari hukuman.
Harusnya lebih ditekankan kesadaran untuk cinta ALLAH, bukan takut neraka
Aku setuju dengan apa yang disampaikan Mbak Sari. Dulu waktu SMP aku takut banget sama pelajaran agama islam. Apalagi kalau Ramadan ada pesantren kilat dan kita diwajibkan mengisi daftar kegiatan berupa amalan yang dilaksanakan selama Bulan Ramadan. Aku enggak lancar baca Al-quran. Aku dibesarkan bukan dari lingkungan yang taat agama. Sholat aja aku masih sering bolong. Aku buta agama. Bagiku agama tak lebih dari ritual sholat, puasa, zakat, dan ritual wajib lainnya.

Orang tuaku? Sedih kalau bicara ini. Ibuku kurang peduli akan hal ini. Ayahku bekerja (kadang shift siang, kadang shift malam) sehingga jarang sekali kami berinteraksi hanya sekadar untuk mengaji. Pernah sih aku masuk TPQ, tapi cuma belajar sampai jilid 3. Karena itu aku mengalami ketakutan yang amat sangat kalau ada pelajaran agama, takut kalau kalau disuruh membaca Alquran. Sedang cara membacaku masih terpatah-patah dan belum sempurna. Aku malu kalau diolok-olok teman sekelas. Namun Alhamdulilah guru agamaku tidak mengerikan. Huh jangan bayangkan guru agama bawa tongkat dan siap menghentak murid yang tidak bisa mengaji. Buang pikiran itu jauh-jauh. jangan sampai deh.

Adikku lebih syeremmm lagi. Guru agamanya (SMP) akan membawa-bawa neraka jika dia mengetahui siswanya tidak bisa atau tidak lancar membaca Alquran. Beliau juga tak segan-segan memarahi murid tersebut di dalam kelas. Dulu adikku sangat ketakutan. Adikku begitu membenci guru tersebut. Sang Guru yang seharusnya membimbing dan memotivasi semangat muridnya, malah menakut-nakutinya dengan neraka. Memang sih, siapapun tidak ada yang mau tinggal di neraka. Namun konteksnya, ketika bicara agama dalam ranah pendidikan sikap demikian adalah tidak etis. Alih-alih muncul empati atau apresiasi, yang ada malah rasa benci, ketakutan, bahkan fobia.

Kalimat terakhir Mbak Musdar, "harusnya agama ditekankan untuk cinta ALLAH, bukan takut neraka."

Pernah dengar lagu dari Almarhum Chrisye yang liriknya berbunyi gini,
Apakah kita semua benar-benar tulus sepenuh hati
Atau mungkin kita hanya takut pada neraka
dan inginkan surga
Jika surga dan neraka tak pernah ada
Masihkah kau sujud kepadaNYa
Jika surga dan neraka tak pernah ada
Masihkah kau menyebut namaNya
Yah kira-kira itulah sepenggalan lirik dari lagu yang dinyanyikan Almarhum Chrisye. Menohok enggak sih jika dipikir-pikir? Selama ini kita beribadah niat kita apa? Apa karena ingin mengejar surgaNya? Ketakutan panasnya api neraka? Atau karena sebuah ketulusan bahwa aku melakukan semua ini karena kecintaanku pada Allah. Itu saja. Bukan amalanku yang memasukkan aku ke surgaNya. Tetapi karena kasih dan cintaNya kepadaku yang melindungi aku dari panasnya api neraka. Kasih Allah meliputi segala sesuatu. CintaNya melindungi mahkluknya. Aku percaya itu. 

Story Telling, Edukasi, & Berbagi

Jika saja penyampaian pesan moral dalam agama disampaikan dengan gaya story telling, bisa jadi itu menjadi media yang menarik perhatian anak-anak. Bukan dengan gaya memerintah atau menggurui. Anak-anak begitu polos. Mereka suka cerita. Sebagian kisah Alquran disampaikan dengan bahasa narasi. Bahasa cerita. 

Sudah banyak buku anak-anak yang mengulas kisah perjalanan Nabi dan Sahabat, kisah para wali, dan kisah-kisah hikmah yang lainnya. Ceritakan kisah-kisah tersebut kepada mereka! Ceritakan dengan penuh semangat dan mimik muka yang ekpresif! Ceritakan dengan penuh ketulusan dan kesungguhan! Ceritakan dengan gaya bertutur yang menarik! 
Sumber. www.business2comunnity.com
Anak-anak pasti tertarik. Sediakan buku-buku cerita anak yang berkualitas. Tutor atau guru menyampaikan cerita. Anak-anak mendengarkan. Kemudian anak-anak diminta memberikan komentar, bertanya, atau menceritakan kembali karakter-karakter/tokoh dalam cerita tersebut. Intinya ada feedback dan interaksi selama kegiatan tersebut berlangsung. 
Sumber. www.digitalsherpa.com
Itu untuk anak-anak. Bagaimana dengan remaja? Usia remaja nalarnya sudah bagus dan bisa diajak untuk berdiskusi. Mungkin kegiatan yang sesuai dengan usia mereka adalah menonton koleksi Video Harun Yahya, film atau kisah perjuangan, membuat review cerpen atau novel islami, membuat komik islami, studi kasus, observasi langsung ke masyarakat untuk mengenal lingkungan sekitar kemudian presentasikan hasilnya di hadapan teman-teman, dan masih banyak kegiatan positif lainnya. 
Sumber. www.angelajamesauthor.co.uk
Namun disayangkan, mengingat kurikulum kita yang sering berganti-ganti dan membuat bingung pendidik maupun peserta didik, apakah model belajar seperti bisa diterapkan di sekolah-sekolah? Aku rasa agak sulit. Oleh sebab itu, keluarga memegang peranan kunci. Jika sekolah tidak memungkinkan, maka role modelnya yang bermain di sini adalah ayah, ibu, kakak, atau orang dewasa yang mampu membangun atmosfer belajar seperti itu. 

Aku sekarang tahu kenapa ada anak-anak yang begitu ekspresif tetapi sebagian lagi pendiam. Anak yang ekspresif biasanya suka mengungkapkan apa-apa yang dirasakannya kepada orang lain. Orang tuanya sudah membiasakan si anak untuk berbagi dan mengungkapkan isi hatinya. Anak pendiam bisa jadi terbentuk karena kurangnya interaksi dan komunikasi antaranggota keluarga. Gaya mendidik yang cenderung tidak demokratis alias otoriter penuh perintah menjadikan si anak bak robot yang patuh pada setiap kata orang tuanya. Anak takut melakukan kesalahan. Jika melakukan kesalahan akan mendapat sanksi sehingga anak memilih untuk menghindari kesalahan. Menjadi pendiam dan tidak banyak tingkah mungkin salah satu cara mengekspresikannya.  Duh sebenernya ini kisah gue

Aku juga mau sharing pengalamanku selama KKN. Tepatnya di bulan Agustus-September 2014 kemaren. 

Kami diterjunkan di posko Dukuh Blimbing Kecamatan Ponjong Gunung Kidul. Kami terdiri dari 10 orang dengan personel 5 cewek dan 5 cowok. Pada saat awal kami mengajar ngaji TPQ di masjid, wuidihhh anak-anaknya pada nakal dan sulit diatur. Kemudian kami mengajak mereka bermain, bernyanyi, dan bercerita sebelum mengaji. Lama-kelamaan kami makin akrab. Kami makin dekat. Pada Bulan Ramadhan anak-anak malah sering menyambangi posko kami. Sekedar untuk belajar atau bercerita. 
www.philmskinney.com
Memori KKN begitu membekas dan tak terlupakan. Bahkan sebelum berpisah, aku sempat diajak oleh satu anak yang masih SD untuk berkeliling desa. Melewati sawah dan tanggul, melihat-lihat gua, kolam ikan, jembatan, bertegur sapa dengan penduduk. Kata temen-temenku KKN, aku ini udah menjadi magnet bagi anak-anak. Anak-anak suka padaku. Saat lomba 17 Agustus, anak-anak kecil usia Paud dan TK pada nempel ke aku. Minta digendong. Aku jadi rebutan. hahahaha :D Aku melakukannya karena aku tulus. Aku ingin berbagi apa yang aku miliki dengan mereka. Aku suka menggambar, aku mempersilakan anak-anak berkreasi dengan pastel dan kertas. Aku mengajari salah satu anak bernama Andini yang masih Paud untuk mengenal huruf melalui gambar Hello Kitty. Ya Hello Kity! Favorit Andini. Ada Hello Kitty memegang huruf A, B, C, demikian seterusnya. Dan Andini senang sekali. Mamanya bercerita ke aku kalau Andini suka gambar-gambarku. Andini menyukaiku. Anak-anak lain pun menyukaiku. Tak jarang mereka meminta digambarkan Hello Kitty. Sama kayak Andini.

Anak-anak. Begitu polos. Begitu tulus. Aku mencintai mereka dan dunianya. 

Minggu, 29 Maret 2015

Kekuatan Story Telling (Part #1 Game & Animasi)

Seberapa penting sih kekuatan Story Telling itu? Tanya Gue dalam hati. Kenapa akhir-akhir ini ada beberapa teman di lingkaran Facebookku yang mengulas tentang kekuatan Story Telling. First, Adhicipta R. Wirawan, beliau adalah dosen akuntansi Universitas Ubaya sekaligus founder/CEO PT Mekanima Inspira Nagara (perusahaan yang bergerak di bidang pengembangan game dan animasi). Yang kedua dari Sari Musdar, seorang penulis novel dan juga blogger.

Menurut Wikipedia, story telling adalah cara yang dilakukan untuk menyampaikan suatu cerita kepada para penyimak, baik dalam bentuk kata-kata, gambar, foto, maupun suara. Berdasarkan kutipan dari FLP Malang, storytelling dapat dikatakan sebagai teknik atau kemampuan untuk menceritakan sebuah kisah, pengaturan adegan, event, dan juga dialog. Kalau di film, para film maker bersenjatakan kamera; di komik, para komikus bersenjatakan gambar dan angle cerita; di cerpen atau novel, para penulis bersenjatakan pena, diksi, dan permainan kata serta deskripsi. Cara menyampaikan story telling bisa berbeda tergantung pada platform-nya, media, target audience, dan sebagainya.

Dalam postingannya di facebook, Pak Adhicipta menulis betapa pentingnya kekuatan story telling pada industri animasi dan game di Indonesia. Kita tahu sendirilah bagaimana kekuatan industri animasi di Indonesia itu seperti apa. Enggak mudah lho produksi film animasi untuk satu episodenya saja. Membutuhkan sekelumit proses yang memakan waktu cukup lama. Aku bisa cerita ini karena aku punya teman-teman yang terlibat di industri animasi. Menurutku Industri animasi dan game Indonesia sudah lumayan bagus pertumbuhannya dan dari segi kualitasnya enggak kalah sama yang ada di luar negeri. Salah satu contoh yang patut diacungi jempol adalah capaian dari animasi garapan MD Entertainment berjudul Adit dan Sapo Jarwo. Animasi ini banyak diulas di beberapa portal online, ratingnya di televisi juga tinggi, melibatkan lebih dari 100 animator untuk menghidupkan karakter-karakternya, serta menggunakan open source software* (Blender) sehingga mampu meminimalisasi biaya produksi yang tinggi. 
Sumber. www.panjiaji.net
Sumber. id.wikipedia.org
Kalau dari game, aku salut sama game DreadOut yang digarap developer asal Bandung, Digital Happiness. Melalui pendanaan crowdfunding* Indiegogo, game ini bisa rilis di pasar pada tahun 2014 kemarin dan menjadi game bergenre survival horror pertama buatan Indonesia. Aku sendiri belum secara langsung ngerasain gimana sensasi game bergenre survival horror tersebut. Habis ceritanya aja udah bikin aku merinding. Si tokoh bernama Linda yang memiliki kekuatan supranatural dan masih SMA harus kuat menghadapi mahkluk-makhluk astral asli Indonesia seperti Pocong, Sundel Bolong, Wewe Gombel, Leak, Kuntilanak, dan konco-konconya. Gimana enggak merinding ? Aku nonton trailernya di Youtube aja di siang bolong. Ogah aku nonton di malam hari. Enggak bakal bisa tidur entar. Namun demikian, game ini telah membuat para penggemarnya menjadi penasaran dan ingin menjajal bagaimana sensasi survival horror game asli karya anak negeri. Alhasil, banyak sekali review di media yang mengulas berbagai sisi dari game ini.
Kamu dibekali kamera untuk memotret penampakan hantu
Selain itu untuk memotret, kegunaan utama dari kamera tersebut adalah sebagai petunjuk
INILAH INTI DARI KEKUATAN STORY TELLING. Selain kamu bisa mengemas hal tersebut menjadi sebuah kisah apik yang layak untuk didengarkan/dibagikan, orang-orang yang tertarik atau tersentuh dengan kisahmu itu dengan suka cita akan menceritakan kembali kisah tersebut kepada orang lain. Dalam Bahasa Jawa ada istilah Gethuk Tular. Dalam bahasa pemasaran ada istilah WoM, Words of Mouth marketing. 

Kisah yang menariklah yang membuat animasi asal Malaysia, Upin dan Ipin begitu populer di Indonesia. Ceritanya  sarat makna, disampaikan secara halus tanpa kesan menggurui. Polah tingkah karakternya yang lucu menggemaskan kadang membuat kita tertawa terpingka-pingkal atau sekedar manyun karena merasa tersindir. Kualitas gambarnya bagus. Menceritakan bagaimana budaya melayu dan agama membaur, saling membentuk interaksi antarkarakter. Upin Ipin berhasil merebut hati pemirsanya dari berbagai kalangan. Mulai dari anak-anak, remaja, hingga orang tua.
Tengok pulalah bagaimana merchandise dari animasi ini bertebaran dalam bentuk kaos, tas, sepatu, sandal, jam tangan untuk anak-anak. Cerdas sekali animasi ini membidik target pasarnya. Mengena dan bersifat long term. Industri animasi tersebut bukan sekadar memproduksi dan menggarap film animasi saja , tetapi dia telah menciptakan suatu ekosistem bisnis yang berbeda yang saling berinteraksi dan mendukung industri utamanya. Misal produksi boneka Upin dan Ipin. Sektor ini sudah berbeda jauh dengan industri animasi, tetapi malah mendukung dan memperkuat branding Upin Ipin. Bayangkan bila  produsen tas, sepatu, mug, boneka, jam tangan tersebut harus membayar lisensi Upin Ipin atas produksi barangnya, siapa yang diuntungkan?
Enggak salah Pak Adhicipta berpikir demikian. Beliau yang sudah malang melintang di industri ini sudah tahu bagaimana roadmap atau peta industri ini ke depannya. Kekuatan story telling begitu penting dan luar biasa. Entah untuk memperkuat branding suatu produk, membuat film meraih berbagai penghargaan, membuat novel masuk dalam kategori best-seller, atau membuat sebuah rumah makan menjadi banyak pengunjungnya. Enggak instant sih, memang butuh proses yang berliku dan juga kerja keras untuk mencapai semua itu. Dan sepertinya aku kudu banyak membaca dan belajar bagaimana menceritakan suatu kisah yang baik agar menjadi menarik. Melalui tulisan di blog ini salah satunya. Tuh kan aku sudah menceritakan kisah orang lain. Aku enggak dibayar lho untuk membuat tulisan ini. Aku melakukannya karena aku suka aja.
                                                              ***
Tunggu tulisan berikutnya, Kekuatan Story Telling Part #2. kali ini aku akan mengupas dan menyenggol sesuatu yang berhubungan dengan agama dan juga pendidikan di Indonesia. Gara-gara postingan/status Mbak Sari Musdar di facebook aku jadi kepengin menulis yang Part #2. Udah jam 2.31 pagi. Sepertinya aku harus off dulu.

Keterangan :

1. Crowdfunding :  pendanaan yang melibatkan puluhan bahkan ratusan orang untuk membiayai sebuah project yang memiliki nilai komersil.
2.  Open Source Software : Software gratisan alias tidak berbayar

Jumat, 27 Maret 2015

Analitis & Tidak Mudah Terpengaruh

Semalem di newsfeed facebook nongol note dari Mas Fahmi Arafat Daulay. Beliau adalah trainer yang bergerak di bidang pemberdayaan diri sekaligus penemu konsep Triangle of Reality. Aku baca note tersebut. Kok menarik untuk aku bagikan. Judul note tersebut adalah Bahaya Otak Kanan dan Sedekah Sadis. Kenapa aku tertarik dengan note beliau? Setelah aku baca aku jadi merenungkan beberapa hal. Aku sekarang menjadi lebih berhati-hati dalam hal menganalisis suatu pemikiran, baik itu tulisan dari buku, artikel media, workshop, dan sebagainya. 

Misal nih aku ambil contoh, ada buku yang mengulas kalau ingin sukses jadilah bos, jangan jadi karyawan. Oke... oke pendapat ini fair saja sih. Bisnis itu adalah sesuatu yang mengandung risiko. Selain modal, mental yang kuat menjadi landasan yang penting untuk membangun bisnis. Seseorang paling tidak harus punya pengetahuan, pengalaman, dan jaringan untuk merintis bisnisnya hingga menjadikannya sebuah mesin pencetak uang. 

Kembali ke topik sebelumnya, jika seorang yang sudah mapan sebagai intrapreneur di suatu perusahaan, kemudian karena mengikuti workshop atau membaca buku tertentu yang menjadikannya resign dari pekerjaannya karena ingin membangun bisnisnya, tepatkah keputusan yang diambil? Tak masalah menurutku kalau saja dia sudah memiliki bekal yang kuat, seperti yang sudah aku jelaskan sebelumnya. Siapa tahu dia bisa membangun karir lebih sukses dari bisnisnya daripada saat jadi karyawan. Tetapi jika situasinya berkebalikan bagaimana? Maksudku dia sudah mapan di jalur karirnya, tetapi dia keluar untuk merintis bisnis tanpa persiapan yang matang atau hanya sekedar ikut-ikutan trend bisnis yang sedang berkembang saat itu. Hal tersebut bisa berakibat fatal.

Jangan karena pengaruh omongan orang, menjadikan seseorang mengambil keputusan nekad tanpa menganalisis dan mempertimbangkan risiko baik atau buruknya. Bolehlah keluar membangun usaha, asal ya tadi memiliki persiapan yang matang dan sudah punya fondasi serta alasan yang kuat kenapa ingin memilih merintis usaha. Pada akhirnya, semua berpulang ke individu masing-masing. Namun prinsip kehati-hatian dan sikap analitis sangat diperlukan dalam mengambil keputusan.

Nah ulasanku di atas masih ada kaitannya dengan notenya Mas Fahmi. Berikut aku kutip langsung dari beliau. 
Bahaya Otak Kanan Dan Sedekah Sadis
Dulu saya pernah tertipu dengan Slogan 'Jangan Mau jadi Orang Gajian Seumur Hidup'. Dalam ajaran buku Entrepreneurship itu kesan yang tertangkap seolah lulus kuliah dan bekerja dengan orang itu menyedihkan.Seolah rendahan dan dianggap sebelah mata.
Hal ini yang membuat saya waktu itu terpengaruh. Ternyata ada yang saya lupa analisa, bahwa ternyata pria penulis buku itu memegang gelar Master Manajemen. Itu tertulis dibelakang namanya.
Ya ampun, kurangnya analisis membuat saya sempat mengalami konflik hebat pada tahun tahun setelahnya. Tak hanya itu, beberapa pria penyebar pengetahuan Sedekah dan LOA juga lupa saya analisis. Sehingga sempat terjebak kemiskinan dalam waktu waktu itu. 
Padahal,mereka yang mengajarkan itu rata rata adalah pebisnis, jagoan Marketing dan punya jaringan yang luas. Mereka juga berpendidikan tinggi dalam hal Finansial.  
Kesimpulannya, sekarang saya sangat berhati hati dengan Istilah 'Aliran Otak Kanan' atau 'Sedekah Sadis' dan sejenisnya. Jika anda teliti, mereka mereka yang suka 'Sedekah Sadis' itu adalah orang orang yang sudah sangat Kaya dan memiliki sistem bisnis yang mengalirkan uang bahkan tanpa mereka bekerja atau ikut dalam sistem lagi. 
Ya wajar saja dengan kekayaan sehebat itu, mereka bisa 'Sedekah Sadis'. Otak Kanan! Otak Kanan! Itu yang sering digaung gaungkan dan diagung agungkan seolah otak kiri sia sia saja diciptakan Tuhan. Akibatnya? Banyak yang KO, bangkrut, masuk penjara, hilang tak tentu rimbanya dan banyak lagi.
Sobat saya terkena Hutang 2, 5 Milyar akibat 'Aliran Kanan' ini. Dan entah berapa banyak lagi yang sudah terkena janji janji Gula ini. Saran saya, analisis dulu, lihat siapa yang menjadi pembicara. Apa latar belakangnya, bagaimana sejarah si pembicara. Lalu tentukan sendiri dengan pikiran yang jernih. 
Bahkan kalau perlu, berdoa dulu sebelum memutuskan ikut aliran apapun. Biar selamat dan terhindar dari kesalahan fatal saya dan sobat saya lakukan. Itu lebih aman dan jikapun terkena, anda akan menjadi lebih kuat dari sebelumnya 
Saya pribadi lebih memilih konsep keseimbangan dan tak terlalu berlebihan. Ada banyak orang yang 'KIRI" juga kaya raya dan suka berbagi. Bukan hanya orang 'Kanan' itu. Lagipula, kedua belahan otak diciptakan untuk saling mendukung, bukan untuk saling melecehkan satu dengan yang lainnya.
Emangnya Tuhan menciptakan Otak Kiri sia sia? Seimbanglah dan jangan terlalu Lebay dan menTuhankan Otak Kanan. Rasionalisme juga berperan penting dalam menstrukturkan pengetahuan dan banyak hal lainnya yang menggunakan fungsi otak kiri. Bahkan semua tulisan dan buku juga menggunakan prinsip Otak Kiri yaitu TERATUR, RUNTUN dan TERSUSUN RAPI. 
Saya tak bisa membayangkan jika ada buku yang tak jelas awal dan akhirnya. Melayang layang dan tak diketahui urutan penyusunannya. Juga, Otak Kiri memastikan kita memahami pola yang bermanfaat bagi banyak hal lainnya. 
Ya sudah, pesan saya ya hati hati saja dengan Trend Pemikiran yang keliatan sangat Spiritual padahal sangat berlebihan dari ajaran aslinya. Analisis dan jangan mudah percaya. Hidup anda hanya sekali dan tak bisa terulang lagi. Ambillah pembelajaran dari pengalaman unik saya serta jadilah pribadi yang seimbang, lahir batin, dunia akhirat. (Fahmi Arafat Daulay)

Kamis, 26 Maret 2015

Aku dan Mereka

Bersama Rekan LKTI dan Kongres Bidik Misi Nasional @Universitas Andalas 2013
Bersama rekan tim Divisi Teknologi Tepat Guna (TTG) @UKM Rekayasa Teknologi
Bersama Rekan Mekatronika @UKM Rekayasa Teknologi UNY
Bersama Rekan Satu Tim Barbara Queen 2013 (Produksi Boneka Aroma Terapi)
 Bersama Rekan Workshop Technopreneurship ONE-STEP 2012
Bersama Rekan BEM KM 2013 Kabinet Indonesia Semangat

Coba tebak aku yang mana?
Coba tebak aku yang mana?
Lain-lain

Rabu, 25 Maret 2015

Kerendahan Hati Intelektual

Sore tadi, aku baca postingan yang di-reshare Pak Harry Santosa dari artikel Ciputra Entrepreneurship di Grup Milennial Learning Center. Judul postingan tersebut Google Hindari Rekrut Lulusan Terbaik dengan IQ Tinggi (Wah ada apa dengan Raksasa internet sekaliber Google?). Sebelumnya aku pernah baca ini, tetapi di portal online yang berbeda. Menemukan artikel ini kembali, aku kemudian merenungkan banyak hal, terutama terkait pendidikan di negeri bernama Indonesia ini. Berikut aku kutip langsung postingan dari Pak Harry tersebut.

      Google Hindari Rekrut Lulusan Terbaik dengan IQ Tinggi
  • Sebagai salah satu perusahaan terbesar di dunia Google memiliki kebijakan yang unik terkait dengan perekrutan karyawan. Di Google, kriteria akademis tidak menjadi yang utama. Lulusan sekolah top dihindari oleh Google, dengan alasan mereka biasanya tidak memiliki apa yang disebut sebagai "kerendahan hati intelektual". Lulusan terbaik biasanya dididik untuk mengandalkan bakat IQ (gifted bukan talented) mereka yang pada gilirannya menyulitkan untuk beradaptasi dalam pekerjaan
  • Google lebih ingin mendapatkan orang yang mampu menerima ide-ide dari orang lain saat ide itu memang bagus, lebih dari yang mereka miliki. Itulah kerendahan hati yang Google maksud.Walau tidak semuanya, banyak lulusan brilian yang mengalami kegagalan dan tidak belajar bagaimana belajar dari kegagalan itu. Mereka yang berbakat jenius biasanya, menunjukkan kesalahan atribusi yang mendasar karena cenderung berpikir saat ia sukses, itu karena dirinya jenius. Sementara saat gagal, ia akan menyalahkan orang lain di sekitarnya atau hal-hal lain. Di Google, kamu boleh bersikeras dan mempertahankan ide hingga titik darah penghabisan tetapi jika orang lain bisa memberi bukti faktual bahwa ada ide lain yang lebih baik, kamu harus mengakui dan mendukungnya. 
  • Anehnya, orang-orang tanpa gelar sarjana justru bisa melakukannya dengan lebih baik. Orang-orang yang bisa tetap sukses meski tidak mengenyam pendidikan formal adalah orang yang luar biasa dan kami harus mendapatkan orang-orang semacam itu
  • Banyak kampus/sekolah yang gagal mewujudkan janji mereka. Apa yang lebih penting dari tingkat kecerdasan, gelar akademik atau ijazah dengan nilai A ialah kemampuan belajar. "Kampus cuma lingkungan belajar yang artifisial. Yang lebih penting ialah kemampuan kognitif umum seseorang, kemampuan memproses sembari bekerja, mengumpulkan banyak informasi dan mengolahnya secara terstruktur 
Kerendahan Hati Intelektual (Dunia Maya)
Dari pernyataan Google tersebut timbul sekelumit pertanyaan. Juga pemikiran-pemikiran. Adalah tidak cukup mengandalkan bangku kuliah sebagai satu-satunya tempat kamu memperoleh ilmu. Hey dunia sudah berubah! Perkembangan teknologi, khususnya teknologi komunikasi dan informasi berkembang begitu pesat. Bahkan kamu bisa mempelajari ilmu apapun dari internet. Kamu bisa berguru dari siapapun terkait dengan bidang ilmu yang ingin kamu pelajari. Coba deh sekali-kali gabung di grup/forum/komunitas online via facebook/kaskus/grup WA atau yang lainnya. Dari grup-grup tersebut kamu bisa belajar suatu bidang yang kamu minati, misal grup kepenulisan, grup blogger, grup kuliner, grup game developer dan lain sebagainya. Dari grup tersebut kamu bisa berkenalan dengan master atau orang yang ilmunya jauh lebih mumpuni dibandingkan dirimu. Atau jika dirimu seorang newbie yang ingin tahu dan memperoleh informasi lebih, kamu bisa aktif di forum dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan serta menyampaikan gagasan-gagasan. Selain bisa belajar, kamu bisa memperoleh jaringan pertemanan yang lebih luas. Kita bisa terbuka menerima ide atau karya orang lain. 

Misal nih melalui grup kuliner, kamu bisa belajar cara membuat kue atau makanan yang lezat dan oke punya. Bahkan pernah ada member yang rajin nanya dan berburu resep di grup, lalu praktik membuat kue untuk acara arisan, eh malah jadi banyak orderan. Itu curhatan nyata lho dari salah satu member grup kuliner yang aku ikuti. Bergabunglah dengan grup yang kamu minati di mana kamu diterima, bisa belajar, dan berkarya di dalamnya.

Adiatmo Rahadi (ketua grup Robot Indonesia), melalui grup Arduino Indonesia saat ini sedang mengkampanyakan gerakan SAVE NEWBIE. Kampanye dilakukan di akun facebook dan twitter-nya dengan hastag #SaveNewbie serta membuat meme SAVE NEWBIE. Apa maksud kampanya SAVE  NEWBIE tersebut? Terkadang ada member baru di sebuah grup dibully karena menanyakan hal-hal sepele atau mendasar. Padahal mereka benar-benar tidak tahu dan ingin belajar di grup tersebut. Jangan heran, lha wong yang membully itu mereka yang 'merasa' udah mastah. Alias udah ahli. So, daripada dibully mendingan para member baru tersebut keep silence alias enggak nanya-nanya. Dari situlah ide kampanye #SaveNewbie bermula. Gerakan ini sebagai bentuk kepedulian kepada sesama. Mau belajar kok dibully? Kampanye #SaveNewbie tersebut menurutku merupakan wujud kerendahan hati intelektual yang yang patut diapresiasi. 

Penting bukan kerendahan hati intelektual? Kalau punya ilmu jangan disimpan sendiri, kemudian membully seorang newbie. Dibutuhkan kerendahan hati intelektual untuk saling menghargai dan menerima perbedaan.

Kerendahan Hati Intelektual (Dunia Nyata)
Selain itu dari dunia maya, kamu bisa berkontribusi aktif di organisasi atau komunitas yang ada di lingkungan sekitarmu. Tempatmu kerja atau magang adalah sarana memperoleh pembelajaran dan pengalaman terbaik. Dari situ kamu bisa memilah dan memilih jaringan pertemanan serta lingkungan seperti apa yang kamu inginkan. Tentu saja lingkungan yang memberdayakan di mana kreativitas dan ide-ide dihargai. Ada sebuah quote menarik dari buku 9 Summers 10 Autumns karya Iwan Setiawan yang baru saja aku baca, oke deh sekalian aja aku share aja ke kamu : 
Well what about this? I am still young. I need to explore the world and get new experiences. That would be priceless! 
Tak peduli berapa usia kamu, tetaplah memiliki semangat muda. Semangat seorang pembelajar. Belajarlah dari mana saja dan banyak sumber. Aku juga belajar dari banyak hal. Termasuk kekeliruanku memilih jurusan kuliah, yang ternyata jurusan tersebut bukanlah passion yang selama ini aku cari. Dari kekeliruan atas apa yang aku pilih, aku terus bertanya-tanya dan terus mencari apa yang sebenarnya aku inginkan dalam hidup. Apa tujuan aku hidup? Bagaimana aku bisa berkarya dan berkontribusi bagi lingkunganku? Apa passion dan skill yang ingin aku kembangkan? De el el. 

Sementara jika kamu hanya mengandalkan bangku kuliah dan IPKmu, tanpa pernah mau belajar bagaimana bersosialisasi atau berorganisasi, aku takut ... takut kamu menjadi egois dan tidak mau mendengarkan ide/gagasan orang lain. Aku takut dengan tingginya skor IPK yang kamu peroleh, kamu jadi jumawa. Kamu menjadi perfeksionis dan menganggap ide atau gagasan orang lain tak ada apa-apanya dibandingkan dirimu. Maka jangan heran kamu dijauhi dari lingkungan sekitarmu, meskipun secara posisi kamu lebih tinggi dari rekan-rekanmu. Kamu ditakuti bukan dihormati. Pernah dengar cerita seperti ini? Ada seorang manajer yang suka memarahi staffnya jika dia berbuat kesalahan. Akan tetapi, jika sang staff melakukan pekerjaannya dengan sangat baik dia bilang ke bos/direktur bahwa dirinyalah yang melakukan semua itu. Jangan sampai deh kamu menjadi seperti itu.

Ada lagi nih satu kisah nyata dari temanku. Suatu ketika Ferdi (nama samaran), lolos suatu kompetisi di bidang teknologi. Ide tersebut datang dari seorang kawan yang bernama Yoga (nama samaran), kemudian dikembangkan oleh Amin (nama samaran). Namun, tanpa sepengetahuan Amin, Ferdi mengikutkan ide Yoga tersebut di kompetisi yang lain dan lolos ke Universitas Pulau Seberang (Sumatra). Boro-boro Ferdi minta ijin ke Yoga dan Amin, diajak dalam tim pun tidak. Betapa jengkel hati Yoga mengetahui hal tersebut. Ferdy sudah melakukan pencurian ide. Tidak ada apresiasi kepada si empunya ide atas karya intelektual yang dibuat.

Demikian tepatlah keputusan Google menghindari merekrut orang-orang lulusan terbaik dengan IQ tinggi. Google khawatir dengan tingginya IQ tersebut menjadikan mereka jumawa dan perfeksionis. Mereka tidak mau menerima ide-ide orang lain. Pun jika ide-ide tersebut lebih baik darinya. Lebih baik seorang lulusan SMA tetapi mau diajak bekerja sama dan mau bekerja dengan ketulusan hati dan kesungguhan. Keahlian itu bisa diasah kok seiring berjalannya waktu, tanpa melihat gelar akademik yang kamu sandang. Mungkin itu kira-kira yang aku tangkap dari pernyataan Google tersebut. Hmm kerendahan hati seorang intelektual sangatlah penting. Memang enggak semua orang ber-IQ tinggi itu demikian. Enggak heran ada peribahasa ' Seperti ilmu Padi, kian tinggi kian merunduk.' Orang yang dianggap pakar/master akan lebih disegani jika ia rendah hati dan mau berbagi ilmu yang dimilikinya kepada orang lain dengan ketulusan. Sebab banyak orang yang pintar atau ahli di bidangnya, tetapi tidak mau membagi apa yang dimilikinya kepada orang lain
(kalau ini quote-nya Iki Mazadi). 

Keluarlah dari cangkangmu. Liatlah dunia. Begitu banyak warna. Nikmatilah hidup. Bersyukurlah. 

Arinta Setia Sari, UNY, Yogyakarta, 2015.

Senin, 23 Maret 2015

Rapor, Nilai, & Kemarahan Ibu

Pernah suatu ketika aku mampir di Gramedia Sudirman buat refreshing otak. Naik ke lantai 3. Berderet rak-rak buku. Bingung, mau cari dan baca buku apa. Banyak banget penulis pendatang baru. Juga buku-buku dalam list best-seller dengan konten dan cover yang oke punya. Ada novel, ada komik, buku motivasi, parenting, dan masih banyak lagi. Kalau liat buku kecuali buku kuliah (yang sangat saintifik akademik),  aku seperti monster yang kelaparan. Kalap. Air liurku menetas-nestes. Ya ampun hiperbol banget yah. Ya gitu deh. Apalagi kalau liat cover bukunya Gagas Media. Artistik banget deh pokoknya. Bawaannya kalau lagi banyak duit, tuh buku-buku terbitan Gagas Media mau aku borong. Wait, enggak cuma Gagas Media saja, novel-novel fantasi Mizan juga oke punya tuh. Besoklah aku  buat perpustakaan pribadi kalau sudah punya rumah sendiri. Mungkin raknya aku susun berdasarkan nama penerbit. Atau kategori buku. 

Kembali ke topik sebelumnya, aku ambil 4 buku secara acak dari daftar buku best-seller. Salah satu judul buku tersebut adalah "Berani Menertawakan Diri Sendiri" karya Sulaiman Budiman. Buku ini berkisah tentang kekonyolan-kekonyolan yang pernah dialami sang penulis. Acapkali kekonyolan seperti itu juga pernah kita alami. Tak perlu disesali. Apalagi dimaki. 

Bahasa buku tersebut ringan dan mudah dipahami. Membuat pembaca larut di dalamnya. Walaupun terkadang konyol dan menggelikan, tetapi kisah-kisah di dalamnya sarat makna. Ada juga sisipan pengantar dari Pak Jamil Azzaini. Begini sebagian kutipannya : 
  • Boleh jadi Anda menertawakan diri sendiri dengan mengatakan,"Ternyata, sekalipun sarjana, saya tidak banyak berbeda dengan tukang becak. Bekerja seharian untuk mencari sesuap nasi. Bukankah tukang becak melakukan hal yang sama?"
Ada 44 kisah dari 244 lembar halaman. Ada satu kisah yang berkesan buat aku (tapi aku lupa judulnya).

Diceritakan seorang ibu yang sangat keras terhadap anaknya. Dia ingin anaknya menempati ranking tertinggi di  kelasnya. Selepas pulang sekolah anaknya tak diijinkan bermain. Anaknya harus ikut kursus mata pelajaran seperti matematika, bahasa inggris dan sebagainya. Akhir pekan pun diisi dengan les tambahan, entah itu les musik atau apa. Singkat cerita, kehidupan si anak menjadi sangat tertekan. Sangat sedikit keleluasaan pada dirinya. Pernah suatu ketika si anak mendapat nilai 8 di kelas, alih-alih memberi motivasi, Sang Ibu malah memarahi si anak habis-habisan. Ibunya merasa tidak cukup puas, kemudian bertanya, kenapa hanya mendapat nilai 8? Padahal untuk meraih nilai 8 tersebut Sang Anak sudah berjuang mati-matian. Sang anak semakin ketakutan. Namun ia bingung harus berbuat apa. Sang ayah, melihat kejadian tersebut sebenarnya sangat miris. Ingin sekali Sang Ayah menasehati istrinya agar tidak bersikap demikian keras terhadap anaknya. Namun dia tahu karakter istrinya mudah meledak jika diberi nasihat. 

Kemudian Sang Ayah mencoba memutar otak. Sang Ayah ingin memberi pelajaran berharga untuk Sang Istri. Coba tebak yang dipikir Sang Ayah agar istrinya jera sadar akan perbuatannya dan tidak mengulanginya lagi? 

-BUKU RAPOR SANG ISTRI-

Ya, senjata itu bernama buku rapor. Sang Ayah membongkar lemari dan mencari buku rapor Sang Istri. Sang Ayah memanggil Sang Anak. Jika Sang Anak mendapat nilai yang kurang memuaskan di mata Sang Ibu, perlihatkan ini (buku rapor) ibunya. Demikian nasehat Sang Ayah untuk anaknya. 

Benar saja, beberapa waktu kemudian Sang Anak melaporkan hasil studinya, yang tentu saja dianggap kurang memuaskan bagi ibunya. Sang Ibu, seperti biasa emosinya meledak-ledak. Namun, Sang anak sudah mempersiapkan senjatanya. Diberikannya 'batu bertuah' eh maksudku buku rapor Sang Ibu. Kini Sang anak memberanikan diri untuk bicara. Walau bagaimanapun Sang Anak memiliki harga diri yang harus dipertahankan. Sang anak dengan berani bilang masih mending nilai-nilai yang diperolehnya, sedangkan Sang Ibu nilainya tidak pernah lebih dari KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Nah pada saat seperti itu Sang Ayah masuk, memberikan nasihat secara halus buat Sang Istri alias ibu dari anak tersebut. Sang Ibu malu. Dia juga sadar akan kesalahan yang diperbuatnya. Air mata meleleh di pipinya. Sejak saat itu, Sang Ibu berjanji tak akan berbuat demikian lagi kepada anaknya. 

Berkaca dari kisah nyata itu, aku menertawakan diri sendiri. Benar sekali, kadang orang tua telalu keras terhadap anaknya. Mereka menginginkan anaknya dapat ranking di kelas, tanpa pernah tahu betapa sulitnya seorang anak untuk meraih hal tersebut. Pun jika terpaksa, seorang anak akan menghalalkan segala cara agar hal tersebut tercapai. Termasuk mencontek dan sebagainya. Anak menjadi pesimis, takut, dan menjadi sosok yang ragu-ragu. 

Aku merenung. Flash back ke beberapa tahun silam saat aku masih duduk di bangku SD dan SMP. Aku bisa merasakan ketakutan yang amat sangat pada diri anak itu. Serasa reinkarnasi atau De Javu. Aku dulu juga pernah mengalaminya. Bahkan lebih menyakitkan. Ibuku pernah membanding-bandingkan aku dengan Tari, anaknya teman ayahku. Tari selalu meraih ranking 1 di kelas. Sedangkan aku? Aku tidak ada apa-apanya di bandingkan dirinya. Sungguh, harga diriku terluka saat itu.
Orang tua dan sekolah telah sukses membentuk sistem kasta dan labelling. Anak-anak ranking selalu menempati posisi khusus di kelas. Dipedulikan dan disayang guru. Sedangkan anak-anak ranking bawah? Selain sering mendapat nilai jelek, mereka juga mendapat stigma si tukang bolos, si anak kurang rajin, si badung, dan sebagainya. Padahal bisa jadi, anak yang  mendapat label jelek tersebut memiliki bakat luar biasa di luar akademik, misal jago baca puisi, jawara di penulisan fiksi, bisa buat aplikasi sederhana dan sebagainya. Oh Pak Bukik Setiawan dan Pak Rene Suhardono aku pengin curhat nih jadinya :( 

Kalau aku punya anak kelak, enggak ingin deh aku masukin ke sekolah formal. Mungkin akan aku perkenalkan ke model home education berbasis pengembangan minat, bakat, dan potensi. Biar sejak kecil bakat dan passion si anak bisa dikembangkan. Tanpa perlu intimidasi, apalagi interupsi. Orangtua adalah guru terbaik. Aku kudu berterima kasih kepada Pak Harry Santosa, Ayah Edy, Bunda Septi Penny Wulandari, Pak Chatib Munif, dan Pak Bukik Setiawan atas inspirasi dan tulisan-tulisan mengenai learning is fun dan bakat

Sudah-sudah ndang skripsimu digarap lho Arinta, terus wisuda. Gek cepet lulus. Kuliah ojo suwe-suwe.

Sabtu, 21 Maret 2015

Para Perakit Mimpi

Sebuah pemikiran, dari Arinta Setia Sari

Akan Ada Suatu Masa ...

di mana aku bisa melihat anak-anak muda penuh semangat. Anak-anak muda yang optimistis akan masa depannya. Anak-anak muda yang merakit mimpi-mimpi. Anak-anak muda yang yakin akan kemampuannya. Anak-anak muda yang menyibukkan diri dengan segudang aktivitas yang bermanfaat. Anak-anak muda yang menularkan virus positif bagi lingkungan. Anak-anak muda yang berprestasi. Anak-anak muda yang mengharumkan nama negeri. Anak-anak muda yang menginspirasi...

Sungguh aku ingin melihat itu. Vibrasi semangat mereka menyala dan menular padaku. Namun aku harus bersabar menunggu waktu. :D

Tak ada lagi anak-anak kecil yang ketakutan karena nilai jelek. Tak ada lagi remaja tanggung yang kuatir tidak naik kelas. Tidak ada kecurangan dalam mengikuti Ujian Nasional. Tidak ada hukuman yang melukai harga diri. Tidak ada penghakiman yang menorehkan sesal di hati. Tidak ada labelling, kamu bodoh, kamu bebal. Karena setiap anak adalah unik. Setiap anak memiliki potensi dan bakat yang harus dihargai.

PORTOFOLIO
Dengan menggunakan model penilaian ala portofolio, setiap anak dievaluasi progress belajarnya. Tidak ada buku rapor. Portofolio digunakan untuk menilai sejauhmana kemampuan dan kemajuan anak terhadap potensi, keahlian dan juga bakat uniknya . Anak-anak ini dibimbing oleh mentor-mentor yang mumpuni dibidangnya. Anak-anak ini dipersiapkan untuk menjadi pemimpin masa depan. Sesuai dengan keahlian yang dimilikinya. 

Kolaborasi adalah kata kunci. Anak-anak muda tersebut diajarkan sedini mungkin untuk bekerja sama dalam tim. Saling melengkapi. Hilangkan sisi egosentris. Karena networking adalah seni.

Brainstorming. Diskusi. Mengemukakan ide dan gagasan sudah menjadi makanan harian. Akan lahir pembicara-pembicara muda di forum-forum kecil. Suara mereka lantang. Lantang mengemukakan mimpi-mimpi. Suara mereka berani. Berani mengungkap ide dari hati ke hati. 

Kelas Foodprenurship
Kelas ini untuk anak-anak muda yang mencintai dunia kuliner. Selain pelatihan di bidang baking and cooking dan manajemen bisnis, anak-anak muda ini disuntik semangat nasionalisme yang tinggi. Agar apa? Agar mereka bangga akan produk makanan indonesia yang beraneka ragam. Dari ujung Aceh hingga Papua. Hey, Indonesia itu negeri yang kaya bukan? Tak heran para penjelajah dunia abad ke 18 dan 19 ingin menguasai jalur perdagangan bumbu dan rempah. Seharusnya negeri kaya ini bisa menjadi negara adidaya. Kamu percaya itu? Thailand saja membanjiri pasar Eropa dan Amerika lho dengan produk kuliner, sayuran, dan juga buah-buahan. Indonesia? 

Kamu tahu apa yang kupikirkan? Aku ingin melihat produk-produk kuliner Indonesia mendunia dan menjadi sebuah trademark tersendiri. Sate Madura. Nasi Padang. Soto kudus. Coto Makassar. Gudeg Jogja Lihatlah Thailand, dia terkenal sebagai surga kuliner terutama street food-nya yang harganya terjangkau bagi kalangan backpacker dunia. Jepang dengan Shusi. Korea dengan bulgogi. Indonesia?

Koki cilik profesional bisa jadi bukan sesuatu yang mustahil. Foodpreneur muda di usia 16 tahun yang memiliki rumah makan dengan 2 cabang mungkin saja terjadi. Bakery shop dan Cafe shop digarap oleh sekumpulan anak-anak muda adalah hal biasa. Muncul pula profesi-profesi baru di bidang foodiegrafi/fotografi makanan dan juga culinary traveller. Apapun bisa dipelajari. Asal ada niat dan kesungguhan.
Sumber.www.feinacademy.com
Sumber.www.superiorequipmentsupplies.com

Kelas Technoprenurship
Anak-anak muda yang tertarik hal-hal berbau rekayasa teknologi bolehlah bergabung di kelas ini. Di kelas ini anak-anak muda tersebut diajarkan dasar-dasar elektronika dan pemrograman. Bayangkan jika di usia 8 tahun anak-anak bisa memrogram robot sederhana. Pada usia 10 tahun mereka mampu merakit robot. Usia 12 tahun mampu mengembangkan DIY drone & robot project (proyek membuat pesawat terbang tanpa awak dan robot yang dibuat sendiri secara kreatif). Di usia 15 tahun menjadi mentor dan mengisi pelatihan di forum-forum kecil untuk adik-adik kelasnya. Usia 14 tahun bisa membuat low cost robot (robot dengan biaya seminimal mungkin). Ambil program kesetaraan SMA dan lulus pada usia 17 tahun. Mendapat beasiswa penuh di MIT USA atau Munchen Jerman. Membuat riset teknologi robotika aplikatif untuk industri dan sebagainya. Lulus cum laude di usia 20 tahun. Balik ke Indonesia. Mengembangkan ilmu yang dimiliki di tanah air. Tidak ada yang tidak mungkin bukan?
Sumber.www.reservesandiego.com
Kelas Digitalpreneurship
Suka nonton animasi. Pengin buat game atau aplikasi IT. Mungkin kelas digitalpreneurship cocok untuk mereka yang masuk kategori geek (gadget freak). Aku membayangkan anak muda punya studio sendiri dan menggarap project game/animasi. Mereka antusias ketika mempresentasikan ide-ide mereka di hadapan para investor. Atau mencari pendanaan via crowd funding (Penggalangan dana yang melibatkan puluhan atau ratusan orang untuk membantu membiayai sebuah proyek yang bersifat komersial).

Misalkan anak usia 14 tahun sudah menjadi game reviewer. Atau bocah usia 11 tahun sudah mahir membuat project game edukatif dengan software blender, Flash, atau Unity. Remaja tanggung usia 15 diundang ke Silicon Valley karena memenangkan sebuah kompetisi yang diselenggarakan oleh Microsoft.
Sumber.www.learningworksforkid.com
Sumber. www.gamessphere.com

Kelas Writerprenurship
Penulis. Editor. Jurnalis. Komikus.Content/copy writer. Ayo ayo apalagi? Di kelas inilah mereka akan belajar. Akan ada banyak buku fiksi dan nonfiksi sebagi sumber kritik dan referensi. Akan ada workshop dan juga seminar kepenulisan. Ada sesi bedah buku serta apresiasi sastra dan karya. Membuat majalah. Mengelola blog dan juga web.

Salah satu penerbit, yakni Mizan aja mengajak penulis muda melalui program "Kecil-Kecil Punya Karya" agar mau produktif menjadi penulis di usia belia. Penulis buku anak di Indonesia jumlahnya masih sedikit. Kebanyakan buku-buku/novel untuk konsumsi dewasa dan remaja. Nah bagaimana jika anak-anak dan remaja di usia belia mengikuti kelas khusus dan dibimbing intensif melalui pelatihan hingga mereka menghasilkan karya. Selain itu, menjadikan kepenulisan sebagai dunia serta passionnya kelak. Jika sejak kecil (katakanlah 9 tahun) sudah intensif belajar dan praktik menulis, berapa karya ya kira-kira yang dihasilkan di usia yang ke-28?
Sumber.www.babble.com
Kelas Talkpreneurship
Anak-anak muda menjadi pembicara di seminar-seminar dan juga workshop bukanlah mimpi! Namun, bicara itu tidak mudah. Bicara itu tidak asal. Mengemukakan gagasan di depan banyak orang pun harus dilatih. Agar tidak gagap dan gugup.Branding juga penting. Maka dari itu kelas talkpreneuship diadakan. Bayangkan MC, trainer, dan pembicara muda yang lahir dari kelas ini!
Sumber. www.livinglikeyou.com
Sumber. www.mamiverse.com

Kelas Greenpreneurship
Pernah suatu diskusi di grup edukasi Milennial Learning Center, Pak Harry Santosa mengomentari tentang kondisi sekolah yang tidak membudayakan kultur go green dan konservasi/kepedulian terhadap lingkungan. Pelajar yang notabene kaum terdidik malah membuang sampah sembarangan. Enggan sekali melangkahkan kaki ke tempat pembuangan sampah. Ada apa ini? Jangan bilang pendidikan/sekolah hanya menghasilkan siswa bermental score-oriented (mengejar nilai), tetapi tidak memberdayakan diri serta karakter.

Dari situlah pemikiranku untuk kelas greenpreneurship bermula. Anak-anak muda diajak untuk memilah dan mengolah sampah agar memiliki nilai tambah dan juga nilai komersil. Tidak hanya terkait pengelolaan sampah. Budaya go green diciptakan dengan membudidayakan tanaman yang bermanfaat dan juga memiliki nilai jual. Sedini mungkin anak-anak diperlihatkan bagaimana tanaman tumbuh melalui media khusus. Mereka harus merawat tanaman-tanaman itu hingga tumbuh besar dan berbunga/berbuah. Pendidikan konvensial kita belum banyak yang menyentuh level ini. Pelajaran biologi atau IPA hanya sebatas teori di kelas. Aku membayangkan anak 9 tahun sudah memahami hidroponik. Anak berusia 10 tahun sudah belajar kultur jaringan. Remaja 15 tahun memanen hasil kebun tomat cherry, menghitung berapa harga jual yang layak di pasaran dan berapa lama modal akan kembali (mencapai titik Break Event Point).
Sumber. www.pinterest.com
Sumber. www.sheknows.com
Sumber.www.gardenguides.com

Ini mimpiku. Ini Harapanku.

Apa yang menginspirasimu Arinta?
Banyak. Buku-buku yang pernah kubaca. Film-film yang pernah kutonton (misal 3 Idiot dan Laskar Pelangi). Lingkungan. Pengalaman pribadi dan pengalaman orang lain. Pengalaman di organisasi. Interaksi di sosial media terutama grup facebook. Inspiring people (Rhenald Kasali, Ibu Septi Penny Wulandari, Bapak Harry Santosa, Rene Suhardono, Ricky Elson). Keprihatinan terhadap anak-anak muda yang berbakat tetapi tidak terakomodasi dan terfasilitasi di sekolah tempat dia belajar. Ketidakpedulian orangtua dan lingkungan terhadap anak-anak dan juga bakat-bakat uniknya (terutama anak-anak korban broken home, anak-anak pecandu narkoba, anak-anak gelandangan, dan sebagainya).

Tidak harus sekolah formal untuk menjadi pribadi yang sukses dan berkarakter. Tidak harus menunggu tua untuk bisa berkarya. Belajar itu prinsipnya  learning is fun! Belajar bukanlah beban. Belajar tidak akan membuatmu tertekan. Belajar harus itu menyenangkan. Darimana pun sumber pembelajaran itu didapat (radio, internet, pengalaman orang lain, buku,dsb), di mana pun pembelajaran itu diperoleh (kantor polisi, jalanan, komunitas, sekolah, stasiun, rumah makan, perpustakaan, tempat rekreasi dan sebagainya), ya intinya pembelajaran itu harus menyenangkan dan long term atau jangka panjang.

Aku tidak ingin melihat anak-anak muda depresi karena tugas menumpuk, takut nilai jatuh, tidak naik kelas, tidak lulus sekolah. Hanya fokus pada hal-hal semacam itu, tanpa pernah mempertanyakan selama 15, 18, atau 21 usia hidupku apa yang sudah kulakukan? Kontribusi macam apa yang telah aku berikan untuk lingkungan sekitarku. Di mana aku bisa berkontribusi dan berkarya? Komunitas atau organisasi macam apa yang cocok dengan jiwaku dan memberdayakan diriku? Apakah bakatku dan passionku ini bisa menjadi jalan hidupku di masa depan jika kutekuni dengan serius?

Maka tak heran ada anak pintar dan ranking 1 / IPK cum laude tapi tak peka terhadap lingkungan. Maka tak heran banyak anak kuliah yang merasa salah jurusan. Maka tak heran mereka yang salah jurusan mau bekerja apapun asal dapat duit. Maka tak heran ada yang kuliah ambil jurusan biologi, tapi kerjanya di bagian administrasi. Maka tak heran ada pengangguran. Maka tak heran ada yang rela menyuap demi masuk ke militer atau diterima jadi PNS. Maka tak heran korupsi, kolusi, dan nepotisme membudaya di negeri ini.

Aku ingin anak-anak muda yang berani menunjukkan taringnya pada dunia. Mereka yakin pada bakat dan passion yang dimilikinya. Mereka belajar, bekerja, dan berkarya. Mereka mau berbagi dan menginspirasi.

Bagaimana kamu memulainya Arinta?
Entahlah. Bingung aku menjawabnya. Saat ini aku sedang menempu skripsi. Bismillah, semoga dimudahkan. Setelah wisuda aku akan bekerja. Malamnya aku fokus menulis. Aku akan banyak membaca. Membaca apapun. Majalah, internet, buku. adalah sumber daya atau aset tiada batas. Aku akan belajar membuat review. Aku juga akan mengirimkan tulisan dan opiniku ke media/surat kabar. Aku akan aktif di grup/komunitas yang mengembangkan bakat dan passionku. Memperluas networking. Aku akan mulai menulis karya fiksi dan nonfiksi dan kukirimkan ke penerbit mayor. Memperdalam kemampuan bahasa inggris. Aku akan menabung. Lebih banyak berhemat. Belajar menata keuangan pribadi.

Selain menulis aku jatuh cinta pada dunia kuliner. Aku suka makan. Aku ingin belajar memasak (otodidak dan kursus jika memungkinkan). Aku ingin mendalami bisnis food and beverages. Punya rumah makan sendiri yang laris manis. Rumah makan tersebut adalah sumber keuanganku. Sumber masa depanku.

Karena aku tidak memiliki kemampuan di bidang rekayasa teknologi, aku akan mencari pendamping hidup seorang engineer. Haha :D Entah dia anak teknik sipil ITS atau anak robotika PENS, atau anak elektronika ITB tak apalah. Teknik adalah prioritas. Namun nonteknik (misal penulis/foodpreneur) pun tak apa. Allahlah lebih tahu yang terbaik untukku. Penginnya saling mendukung dan menguatkan seperti Alva dan Mery Riana gituuu...( Hey Arinta, jangan pikirin romance dulu. Skip. Skip part ini. Berdayakan dirimu dulu. Yah 3-5 tahun lagi setelah tahun 2016. Baru setelah itu mikirin jodoh. Ya ampun hidupmu aja masih amburadul kok. Tata hidupmu dulu!).

Mungkin butuh dana miliaran untuk mewujudkan ide gila ini. Namun aku optimistis bisa. Ada Allah disampingku. Allah selalu mendengar doa orang-orang yang mempunya mimpi mulia dan mau bekerja keras untuk mewujudkannya. BISMILLAH.

Enam tahun pertama (dimulai dari tahun 2016) adalah masa bekerja dan menekuni passion. Enam tahun berikutnya adalah masa Take off. Enam tahun tahun yang ketiga adalah masa mewujudkan mimpi. Selama itukah? Tidak. Ini relatif kok. Bisa lebih cepat. Bisa lebih lambat. Bisa hanya 8 tahun atau 10 tahun saja. Tergantung restu Allah dan kerja keras yang kuupayakan.BISMILLAH.

The last. Siapa sasaran dari program-mu itu Arinta?
Sudah kusebutkan sebelumnya. Aku ingin memberdayakan anak-anak yatim piatu. Anak-anak korban broken home. Anak-anak jalanan. Anak-anak pecandu narkotika. Anak-anak putus sekolah. Anak-anak korban trafficking. Anak-anak di Lapas Anak. Ya intinya anak-anak yang dianggap 'bermasalah'

Aku hanya ingin melihat anak-anak itu bersemangat. Menemukan jiwanya. Menekuni bakat dan passionnya...

Anak-anak muda yang berani bermimpi. Anak-anak muda yang berani menerima tantangan. Anak-anak muda yang membuat perubahan :D
(Mungkin tulisan ini akan jadi reminder, jika aku patah harapan atau jika impianku benar-benar terealisasi suatu saat nanti)